Cari Blog Ini

Rabu, 14 September 2011

Surat Dari Calon Ayah


Selamat pagi anakku, bagaimana kabarmu?
Ayah baik-baik saja. Begitupun ibumu. Doakan kami senantiasa sehat agar dapat diberi kesempatan bertemu denganmu. Bukankah doa suci dari pelukan hangat rahim ibu itu sangatlah syahdu? Kami tak sabar ingin bertemu denganmu. Bahkan, ayah sudah berlatih adzan dengan suara terbaik ayah. Karena itulah ayah selalu ada di samping ibumu. Ayah ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan lafadz Allah, Tuhanmu, Tuhanku, Tuhan Ibumu, Tuhan kita di telingamu. Pastikan kau mendengar suara ayah dengan seksama ya. Karena Allah-lah kau bisa dijumpakan kepada kami di dunia. Bukankah itu anugerah anakku? Ayah tahu, kau pasti berteriak ketakutan ketika muncul di dunia. Bagaimana tidak? Di alam sana kau begitu bahagia bermesraan dengan Tuhan-mu, namun kau akhirnya dipilih juga oleh-Nya untuk datang ke dunia. Tentu kau tidak bisa menolak. Tapi ayah senang anakku, demikianlah prosesnya. Sejak awal kita sudah tunduk dan patuh pada perintahn-Nya untuk hijrah ke alam dunia, seterusnya pun kita akan senantiasa tunduk dan patuh pada-Nya. Kau sudah hampir lulus selangkah lagi. Ayo semangat anakku, ayah yakin bahwa pengapnya udara alam dunia ini tidak meracunimu, justru kedatangmu laksana angin segar lagi harum yang membuat orang-orang nyaman berada di dekatmu. Tapi janji ya, walaupun anginmu segar dan harum, kau jangan menjadi badai. Tetaplah sepoy-sepoy sehingga ketika orang mengingatmu, mereka akan ingat sejuknya angin surga. Subhanallah ya….

Pagi yang cerah ya anakku, ayah ingin mengenalmu
Ayah dan Ibu hari ini sibuk mempersiapkan nama yang indah untukmu. Sebagai doa untukmu tentunya. Ibu terlihat antusias ketika ayah mengajaknya ngobrol membahas nama yang cocok. Ternyata ibumu sudah punya banyak stok nama-nama bagus. Ayahpun bingung memilihkannya untukmu. Andai kau bisa menjawab saat ini, ayah ingin kau saja yang memilih. Ayah tak berani memilih sekarang. Jelas saja, ayah kan belum tahu kau besok segagah Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, sepintar Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu, atau mungkin kau sehangat Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha, semesra ibunda Siti ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha? Ah, tapi ayah tak peduli kau besok terlahir pria atau wanita. Ah, semakin memikirkannya, semakin ayah jadi penasaran saja. Kau membuat ayah semakin tidak sabar ingin bertemu. Terlahir pria atau wanita kau nanti, ayah ingin lekas bercerita tentang seseorang yang ayah kagumi padamu. Kau tahu? Dulu kakekmu juga menceritakan sosok ini pada ayah, kakek juga ingin sekali ayah bisa meneladani sosok tersebut. Dialah Rasulullah, Muhammad Shalallahu ‘alayhi wassalam. Dulu kakek pandai sekali menceritakannya pada ayah. Ayah tak yakin bisa menceritakannya sehebat kakek. Tapi tenang, ayah akan berusaha. Kau penasaran kan? Hhehe, ayah dulu selalu berdebar-debar kalau diceritakan oleh kakek. Bagaimana tidak, kakek sampai memperagakan dengan seru ketika Rasulullah turun tangan memecah batu terkeras saat menggali parit menjelang perang Khandaq, ketika Rasulullah menyuapi nenek-nenek yahudi buta di pasar, dan lain sebagainya. Sabar anakku, jangan melonjak kegirangan seperti itu dulu, kasihan ibumu sekarang. Nanti akan ayah ceritakan ketika saatnya tiba.

Pagi ini seekor merpati mengintip dari balik jendela. Mungkin iapun tak sabar kehadiranmu.
Ayah dan Ibu pagi ini terlihat lebih semangat, dan memang seperti itu dari hari ke hari. Tapi khusus hari ini ayah mengaku kalah. Ibu lebih semangat dari ayah. Ia bangun beberapa menit lebih awal dari ayah. Hhehe, ayah janji, besok-besok tak akan kalah lagi deh. Setelah membangunkan ayah untuk bertahajud dan mendoakanmu, ibumu menyiapkan makanan sahur untuk ayah. Masakan bikinan ibu itu enak lho. Kau pasti bakal makan dengan lahap kalau dimasakkan oleh ibu. Ayah tak tahu kenapa, padahal sebenarnya resep yang digunakan ibu itu sederhana. Hampir semua koki bisa melakukannya. Tapi entah kenapa ada yang gimana gitu lah. Ayah tak ingin terlalu membuatmu penasaran dulu. Yang jelas setelah shubuh ini, seperti biasa, kami sudah menyiapkan sesuatu untukmu. Pagi ini menunya juz 26. Kali ini jatah ayah yang membaca dan ibu yang menyimak. Kemarin, waktu juz 25 bagaimana? Bacaan ibu bagus ya. Ayah pun kagum dengan bacaan ibu. Apalagi ia cuma sesekali membuka mushhaf. Kuat sekali hafalan ibumu itu. Subhanallah ya… tapi ayah tidak mau kalah! Tiap hari ayah selalu memperbagus bacaan ayah. Coba nanti kau simak juga lalu kau bandingkan. Untuk pagi ini, ayah janji akan lebih baik dari ibu. Besok, ayah akan minta ibu sajalah yang mengajarimu mencintai Al-Qur’an. Bukan berarti ayah tak mau mengajarimu, bukan. Biar ibu yang menuntunmu dari alif-ba-ta-tsa, lalu ketika ayah pulang bekerja, ayah bisa beristirahat sambil menyimak perkembangan bacaanmu. Kau bisa setor bacaanmu pada ayah. Bagaimana? Setuju kan? Karena kami memang orang yang tidak sabaran, kami memutuskan untuk mengajarimu sejak sekarang, sejak kau masih di rahim ibumu. Makanya, dengarkan baik-baik agar kau mendapat rahmat. Kelak kalau kau menjadi ahlul qur’an, jangan lupa, ayah pesan syafa’at darimu. Karena kata Rasul, orang-orang ahlul qur’an sepertimu besok bisa mensyafa’ati hingga 10 orang. Keren kan? Pokoknya ayah dan ibu pesan syafa’at itu darimu, dua saja, yang delapan bisa kau kirimkan ke orang lain yang juga kau cintai. Ah, anakku.

Pagi yang hangat anakku, semalam dingin menusuk.
Ayah semalam kedinginan. Kau bisa bayangkan, ayah lelah pulang setelah bekerja tiba-tiba ibumu minta dibelikan es krim durian. Aduh, ayah tentu saja kelabakan. Ayah sudah mohon sama ibu supaya diganti saja. Es batu, atau permen durian begitu. Eh, ibu tidak mau. Ayah langsung ambil motor untuk mencarikan. Masih jam 11 malam, barangkali beberapa toko swalayan semacam indomaret atau alfamart masih buka. Baru mau memasukkan gigi satu, ibu tiba-tiba datang dan ingin ikut. Aduh, sedingin ini masak ibu mau ikut. Ayah khawatir pada ibumu dan juga padamu. Tapi tak apalah, ayah meminta ibu memakai jaket tebal. Dan setelah berkeliling, kami menemukan es krim durian juga. Ayah beli dua. Sebenarnya ayah tidak suka minum es, tapi ayah tidak enak hati sama ibu. Dan sesampainya di rumah, ibu ternyata hanya menghabiskan sedikit saja es krim duriannya. Mungkin sekitar 2-3 jilatan. Wah, alamat bakal tambah kedinginan ini ayah. Beli mahal-mahal, supaya tidak mubazir, ayah pun menghabiskan 2 es krim tersebut. Dingin, tapi tak apalah. Kau tahu kenapa ayah mau-mau saja melakukannya anakku? Ibumu kelak melahirkanmu dengan mempertaruhkan nyawa. Pilihannya ada 4; kalian berdua selamat, kau selamat tapi ibu tidak, ibu selamat tapi kau tidak, atau kalian berdua tidak selamat. Kau tahu ganjaran bila ibu tidak selamat ketika melahirkanmu? Syahidah! Dan itu derajat yang tinggi yang belum tentu bisa didapat dengan beribadah seumur hidup anakku. Karena itu anakku, hormati ibumu ya. Ayahpun menghormatinya. Dahulukan ibumu daripada ayah. Perintahnya adalah wajib. Kelak kau akan mendapat hakmu dibawah telapak kakinya, tempat kita bertemu lagi pada suatu zaman yang sudah pasti.

Ayam berkokok semakin lantang, membangunkan manusia, udzkurullah
Ayah setiap hari menengok kalender. Sembilan bulan bukanlah waktu yang singkat. Ini terasa lama untuk menantimu. Setiap ayah menengok tanggal, ayah menengok bulan. Setiap menengok bulan, ayah menengok tahun. Ya, ini adalah tahun yang lama sejak Rasulullah mengabarkan bahwa ia adalah utusan terakhir, untuk umat di zaman akhir. Kitalah umat itu anakku. Jangan heran kalau mungkin mendapati banyak fitnah di sekitarmu. Apalagi kalau kita membicarakan dajjal si pendusta. Ayah ingin sekali anakku, suatu saat bisa bergabung dalam panji-panji Imam Mahdi bersama Ruhullah, Nabi Isa ‘alayhissalam. Bersama mereka memerangi dajjal dan pengikutnya, menebangi habis pohon ghorqod, dan meng-hegemonikan islam di dunia. Tanda-tanda itu semakin dekat anakku. Namun kelak jika ayah tak sempat bergabung dengan panji-panji tersebut, ayah ingin kau menggantikan ayah. Ayah tahu kau juga sangat ingin. Sampaikan salam ayah untuk mereka berdua ya, anakku. Oh iya, ayah pesan, setelah kau menebang pohon ghorqod, lemparkan saja batang pohon itu pada orang yang sembunyi di balik pohon itu. Kumandangkan takbir! Allahu Akbar!

Semacam surat yang ditulis oleh calon ayah tiap hari menjelang kelahiran anaknya.

*gambar: ilustrasi es krim durian