Durratun
Nashihin,
Majlis
as-Sab’uun fii Bayaani Ahwaali an-Nafs
Pengajian ke tujuh puluh, dalam
menjelaskan hal-ihwal nafs manusia.
“Dikabarkan
ketika itu kepada umat manusia amal perbuatan yang dilaukan dahulu dan yang
kemudian, bahkan manusia diangkat menjadi saksi atas dirinya sendiri, sekalipun
ia kemukakan alasannya” (QS Al-Qiyamah 13-15)
Maksudnya dari amal perbuatannya yang
tidak perlu diungkap pada lain orang, sebab dia sendiri sebagai hujjah/saksinya
(Tafsir)
Ibnu Abbas ra. menegaskan : “Mizan/timbangan
itu punya dua papan, satu di timur dan satunya lagi di barat” (Tabshirah)
Dari Nabi SAW, sabda beliau:
“Siapa
tengah menghadapi kesulitan dalam memenuhi keperluan/hajat hidupnya, maka
perbanyaklah shalawat kepadaku, sebab dengan shalawat pula rizki melimpah ruah,
dan segala keperluan/hajat dipenuhi (oleh Allah SWT)”
Salah seorang sholihin berkata: “Aku
punya seorang tetangga pembuat naskah/penyusun kitab yang meninggal dunia, lalu
aku bertemu dalam mimpi, tanyaku: “Apakah yang diperbuat Allah kepadamu?”
Jawabnya : “Dia mengampuni aku“. Sahutku : “Sebab amalan apa darimu?” Jawabnya
: “Setiap aku menulis asma Muhammad SAW dalam kitab, pasti aku bershalawat
padanya”. Maka Allah memberiku apa-apa yang belum terlihat mata, dan yang belum
pernah terdengar telinga, juga yang belum pernah tergores dalam lubuk hati
seseorang” (Dalaa-ilu al-Khayrat)
Nabi SAW bersabda:
“Dua
kalimat yang ringan diucapkan lisan, tapi berat dalam timbangan, bahkan
keduanya digemari oleh Allah Yang Pemurah, yaitu “Subhaanallahi wa bihamdihi
subhaanallahil-adliim” (HR Bukhari)
Nabi SAW bersabda:
“Siapa
melakukan kebaikan maka ia memperoleh pahala melakukannya, dan pahala orang
yang melakukannya (karena menirunya). Dan siapa melakukan keburukan maka
baginya dosa dan dosa orang yang melakukannya (karena menirunya)” (HR
Bukhari)
Mu’adz bin Jabal menjelaskan: Tiada
bergeser telapak kaki seseorang hingga dituntut tentang empat perkara, yaitu:
1.
Tentang usia, untuk apa ia habiskan
2.
Tentang tubuh, dipakai apa saja sampai
rusak
3.
Tentang ilmu, sampai sejauh mana ia
mengamalkan
4.
Tentang harta, dari mana ia peroleh dan
untuk apa dibelanjakan
(Tanbihu
al-Ghafilin)
Allah SWT
berfirman:
“Sehingga apabila mereka sampai di neraka,
pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka semua bertindak sebagai saksi mereka
mengenai apa saja yang mereka perbuat. Mereka
berkata kepada kulitnya : Kenapa kamu bertindak sebagai saksi atas perbuatan
kita? Jawabannya : Kami telah dipandaikan oleh Allah dapat bercakap-cakap
Dialah yang memberi kemampuan segala sesuatu berbicara, dan Dia-lah yang
menetapkan kamu pada awalnya, dan kepada-Nya lah kamu dipulangkan” (QS
As-Sajdah 20-21)
Nabi Daud as. memohon kepada Allah,
sahutnya: “Yaa Tuhan, sungguh, aku ingin melihat shirath, mizan/titihan dan
timbangan di dunia ini”. Jawab Allah lewat firman-Nya : “Hai Daud, pergilah ke
suatu jurang yang demikian”. Maka Allah membukakan tabir darinya, hingga ia
dapat melihat shirath dan mizan, yang sifatnya telah dibentangkan dalam
hadits-hadits”. Setelah melihat, Nabi Daud pun menangis keras, sahutnya: “Yaa
Tuhan, siapakah yang dapat memenuhi papan timbangan (sebesar itu) dengan
kebaikan, dari antara hamba-Mu?” Firman Allah SWT : “Demi kemenangan dan
keluhuran-Ku, siapa mengucapkan dua kalimat syahadat sebanyak 1 x, dengan i’tiqod
mantap, maka ia dapat melintasi shirath layaknya seperti kilat menyambar saja,
dan siapa bersedekah semisal sebesar buah korma semata karena Aku, maka iapun
dapat memenuhi timbangan itu”. Padahal timbangan itu sendiri sangat besar
melebihi besarnya Jabal Qaf. (Masyariq al-Anwar)
Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya Kami akan menghidupkan
orang-orang yang mati, dan mencatat apa saja yang mereka perbuat, dan
jejak-jejak mereka” (QS Yasin 12)
Allah akan menghidupkan orang-orang mati
di hari kebangkitan, dan Allah mencatat amal-amal yang baik maupun yang buruk
dari mereka, yang pernah mereka kerjakan.
Nabi SAW bersabda:
“Alamat/tanda
seseorang itu celaka ada 4, yaitu:
1.
Melupakan
segala dosanya yang terdahulu, padahal bukti/tulisan dosa-dosa itu dijaga ketat
di sisi Allah SWT,
2.
Suka
mengungkap/menutur kembali amal-amal bagus yang telah lewat, padahal amal-amal
itu sendiri entah diterima atau tidak, belum jelas nasibnya,
3.
Suka
membuat standar/tolak ukur kepada orang di atasnya dalam hal berusaha
menghimpun harta dunia,
4.
Sedangkan
dalam masalah ibadah/amal keagamaan, yang dibuat standar/tolak ukur adalah
orang yang dibawahnya”.
Allah SWT
berfirman: “Aku mau padamu, tapi kamu
tidak mau pada-Ku, maka Kutinggalkan dia”. (Minhaj al-Muta’allim)
Nabi SAW bersabda:
“Sungguh,
seseorang bersedekah sebanyak 1 dirham di masa hidup (seperti sekarang ini),
adalah lebih baik dibanding sedekah 100 dirham sesudah mati”. (Mashabih)
Firman Allah SWT:
“Dan
Kami mencatat apa saja yang mereka perbuat dan jejak-jejak mereka kepadamu”
(QS Yasin 12)
Maksudnya langkah-langkah mereka ke
masjid. Menunjuk riwayat dari Abu Sa’id al-Hudri, sahutnya: “Bani Salamah telah
mengadu kepada Nabi SAW tentang tempat kediaman mereka yang jauh dari masjid,
maka turunlah ayat tersebut”.
Dari Anas ra. ia berkata : Keluarga/Bani
Salamah maunya pindah menghampiri masjid/mencari tempat yang dekat dengan
masjid, dan Rasul SAW tidak suka jika kota Madinah berubah menjadi sepi, lalu
beliaupun bersabda: “Hai Bani Salamah, tiada sukakah pada jejak-jejakmu yang
banyak? Akhirnya mereka tetap berdiam di rumah mereka semula”.
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra. Nabi SAW
bersabda:
“Manusia
yang paling agung pahalanya dalam hal shalat, yaitu yang terjauh berjalannya
(menuju masjid), dan orang yang menunggu shalat, hingga ia melakukan shalat
berjamaah di belakang imam, adalah lebih banyak pahalanya daripada orang yang
shalat kemudian tidur”.
Firman Allah SWT:
“Setiap
sesuatu Kami perhitungkan (maksudnya Kami menjaganya, menghitungnya, dan
menjelaskannya) dalam kitab yang nyata (Lauh al-Mahfudl)” (QS Yasin 12).
(Tafsir Ma’alim)
Al-Faqih Abu Laits menjelaskan : “Pada
hari kiamat akan dihadapkan 4 golongan, masing-masing mengajukan alasan, namun
tiada satupun alasan yang diterima, yaitu:
1. Golongan
orang kaya mengajukan alasan: “Sesungguhnya aku adalah orang kaya yang selalu
sibuk dengan hak-hak harta bendaku, sehingga tidak berkesempatan beribadah
pada-Mu”
Dijawab oleh Allah SWT: “Sungguh,
Nabi Sulaiman membawahi segala yang ada di dunia Timur dan Barat, tetapi ia
tidak durhaka kepada Tuhannya, maka alasanmu tidak benar, tidak dapat diterima.
Lalu merekapun segera digiring ke neraka”.
2. Golongan
fakir/miskin, memajukan alasan dengan keberadaanya yang fakir. Dijawab oleh
Allah SWT dengan menetapkan/perbandingan Nabi Isa as.
3. Golongan
hamba sahaya (budak) mengajukan alasan melayani majikannya. Lalu dijawab oleh
Allah dengan menetapkan/perbandingan Nabi Yusuf as.
4. Golongan
pasien/orang yang ditimpa sakit, mereka mengajukan alasan derita sakitnya. Lalu
dijawab oleh Allah SWT dengan menetapkan/perbandingan Nabi Ayyub as”
(Tanbihu al-Ghafilin)
Dijelaskan bahwa
Allah SWT berhujjah dengan 4 orang dalam rangka menangkis 4 macam manusia,
kelak di hari kiamat, yaitu:
1. Dalam
rangka menangkis golongan orang kaya, ditampilkan Nabi Sulaiman as. Sahut
mereka : ”Yaa Tuhan, adalah harta bendaku yang mengakibatkan aku tiada
berkesempatan ibadah pada-Mu”. Dijawab oleh Allah SWT : “Engkau belumlah kaya
melebihi Nabi SUlaiman dan harta bendanya tidaklah mencegah dari beribadah
kepada-Ku”
2. Dalam
rangka menangkis hamba sahaya (budak), ditampilkanlah Nabi Yusuf as. Sahut
mereka : “Yaa Tuhan, adalah aku seorang budak, dan keberadaanku sebagai hamba
sahaya, mencegah aku beribadah kepada-Mu”. Diajwab oleh-Nya : “Sesunguhnya Nabi
Yusuf, keberadaannya sebagai hamba sahaya tidaklah mencegah beribadah pada-Ku”
3. Dalam
rangka menangkis orang-orang fakir miskin, ditampilkanlah Nabi Isa as. Mereka
berkata : “Yaa Tuhan, sungguh, hajat hidupku sehari-hari mencegahku beribadah
pada-Mu”. Lalu dijawab oleh Allah SWT : “Engkau atau Nabi Isa yang lebih
berhajat/fakir tapi kefakirannya tidaklah mencegah ia beribadah pada-Ku”
4. Dalam
rangka menangkis pasien/orang sakit, ditampilkanlah Nabi Ayyub as. Sahut mereka
: “Yaa Tuhan, penderitaan sakitlah yangmenghambat/mencegah aku beribadah
pada-Mu”. Dijawab oleh Allah SWT : “Lebih parah mana derita sakitmu dengan
sakitnya Nabi Ayyub? Tapi ia tidak terpengaruh oleh penderitaan sakitnya dari
beribadah kepada-Ku”
Maka tiada seorangpun yang
dibenarkan alasannya di hadapan Allah SWT kelak di hari kiamat. (Tanbihu
al-Ghafilin)
Dijelaskan bahwa sehari semalam itu
24 jam, setiap jam menusia bernafas 180x, maka nyatalah dalam sehari semalam
manusia bernafas 24x180 nafasan adalah 4320 nafasan, yang berarti 4320x
bernafas, dan setiap nafas dituntut tentang 2 masalah, saat keluar dan masuknya
nafas, maksudnya : “Dituntut tentang amalperbuatan apa saja yang dilakukan saat
ia keluar dan masuk”. (Raudhatu al-‘Abidin)
Maka setelah kita mengerti tentang
masalah nafas dengan segala tuntutannya ini, selaku orang pandai yang zahid,
sebaiknya mulailah dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, mengajak kebaikan dan
mencegah kemunkaran kepada segenap lapisan masyarakat. Menunjuk hadits riwayat
Siti ‘Aisyah ra, Rasulullah SAW bersanda :
“Telah
ditimpa azab/siksa masyarakat sebuah dosa yang di dalamnya ada orang-orang ahli
ibdaha yang beramal baik seperti amalan para Nabi, sejumlah 18.000 orang.” Para
sahabat pun bertanya : “Kenapa sampai terjadi begitu yaa Rasul?” Jawab beliau
SAW : “Sebab mereka enggan marah karena Allah, mereka tidak suka amar ma’ruf
dan tidak pula mencegah kemunkaran”
Bertolak dari hadits tersebut, maka
setiap orang yang menyaksikan adanya laku munkar dari seseorang, dan ia enggan
mencegahnya, berarti ia telah berserikat dalam laku munkar tersebut, hal ini
adalah bagaikan orang yang mendengarkan ghibah, berarti ia telah berserikat dengan
orang yang ghibah.
Begitu pula setiap laku maksiat,
misalnya saja orang yang duduk di tempat minumarak, berarti adalah orang fasiq
/ termasuk orang durhaka, sekalipun ia tidak ikut minum.
Dari Anas bin Malik ra. katanya :
“Kami bertanya : Yaa Rasul, haruskah kami amar ma’ruf sedangkan kami belum
dapat melakukan seluruhnya, dan haruskah kami nahi munkar, sedang kami belum
dapat menjauhi seluruhnya?” Jawab beliau SAW : “Bahkan lanjutkanlah menjalankan
amar ma’ruf sekalipun kamu belum dapat melakukan seluruhnya, dan teruslah nahi
munkar, sekalipun kamu belum dapat menjauhi seluruhnya”.
Maka bagi sementara orang yang masih
berbuat kemunkaran, hendaklah suka mencegah kemukaran, supaya tidak menumpuk
dua dosa. Sebagaimana telah dikatakan : “Petiklah nasihat alim ulama jahat itu,
tapi jangan sekali-kali mencontoh perbuatannya itu dari yang haq, sedang
perbuatannya dari syetan.”
Diceritakan bahwa ada seorang pria
bertanya pada Abu Qasim al-Hakim, sahutnya : “Kenapa pada ulama di zaman kita
sekarang ini, masyarakat tiada peduli dengan nasihat mereka, jauh berbeda
dengan ulama terdahulu yang selalu diperhatikan dan diikuti fatwa/nasihatnya?”
Jawab Abu Qasim : “Sesungguhnya ulama terdahulu dalam keadaan jaga / sadar / tidak tidur, sedangakan umat dalam
keadaan tidur, lalu mereka yang dalamkeadaan insaf/sadar mengingatkan mereka
yang lengah. Sedangkan ulama masa kini keadaannya saja tidur/lengah, dan umat
dalam keadaan mati, maka bayangkan saja, dapatkah kiranya yang tengan tidur
asyik dalam mimpinya membangunkan orang yang sudah mati?”
Hal ini seperti yang diungkap dalam
kitab Taurat disana ditulis : “Siapa menanam kebaikan, pasti memetik buah
keselamatan”. Dan dalam Injil dituturkan : “Siapa menanam keburukan, buahnya
penyesalan”
Dalam Al-Qur’an
dijelaskan :
“Siapa berbuat keburukan, pasti dibalasi
keburukan pula” (QS An-Nisaa 123)
Diceritakan oleh Ikrimah, bahwasanya
ada seorang pria berjalan melintasi sebatang pohon yang dipuja-puja
masyarakat/mereka menyembah selain Allah, lalu iapun marah kepada pohon itu,
dan langsung mengambil kapak, naik himarnya segera menuju ke pohon itu hendak
menebangnya. Kemudian ia dihadang oleh iblis dengan bentuk manusia, tanya iblis
: “Hendak pergi kemana kamu?” Jawabnya : “Aku hendak menuju ke pohon yang
disembah selain Allah, dan janjiku kepada Allah hendak menebangnya”. Sahut
iblis : “Apakah hubunganmu dengan pohon itu, apakah ia membahayakanmu, kan
tidak, untuk itu biarkanlah ia jangan ditebang”. Pria itupun tiada peduli dengan
ocehan orang, ia tetap dalam pendiriannya, hingga terjadilah perkelahian
diantara keduanya, dan iblispun kalah terbanting sampai tiga kali. Dan sewaktu
iblis tiada berdaya melawannya, lalu ia berkata : “Hai kawan, nantiaku beri
uang 4 dirham setiap hari”. Sahut pria itu : “Benarkah ucapanmu itu?” Jawab
iblis : “Ya, percayalah aku akan melakukannya”.
Kemudain iapun pulang ke rumahnya.
Dan sewaktu datang ke rumah, ia singkap sajadahnya, ternyata ada uang sebanyak
4 dirham di bawahnya, hal itu berlangsung selama 3 hari. Namun pada esok
harinya ia tidak memperoleh uang sepeserpun. Dan iapun segera membawa kapak,
naik himarnya berangkat menuju ke pohon itu lagi. Maka iblispun tegak berdiri
dengan bentuk manusia, sahut iblis : “Hendak kemana kawan?” Jawabnya : “Hendak
menebang pohon itu”. Lalu terjadilah perkelahian yang kedua kalinya diantara
keduanya, namun kali ini pria itulah yang kena pukulan, dan terbantinglah ia
sampai tiga kali. Ia menjadi heran tiada habisnya, dan bertanya : “Kenapa kini
engaku dapat mengalahkanku, padahal sebelum itu aku selalu menang?” Jawab iblis
: “Ya, benar, sebab keberangkatanmu yang pertama, dulu marah semata karena
Allah, hingga sekiranya seluruh pembantuku dikerahkan untuk menghadapimu, pasti
mereka tidak daya mengalahkanmu. Tapi kini keberangkatanmu yang kedua kalinya,
marah karena tidak mempeorleh uang di bawah sajadahmu, maka tiada kesulitan
bagiku dalam memperdayamu. Untuk itu, segera pulanglah, dan kalau tidak pasti
kutebang lehermu”
Akhirnya pria itupun pulang, dan
gagal menebang pohon. (Zubdatu al-Wa’idhin)
Dari Ibnu Mas’ud
ra. Rasulullah SAW bersabda :
“Tiada
bergeser telapak kaki seseorang hingga dituntut tentang empat perkara, yaitu:
1. Tentang usia, untuk apa ia habiskan
2. Tentang tubuh, dipakai apa saja
sampai rusak
3. Tentang ilmu, sampai sejauh mana ia
mengamalkan
4. Tentang harta, dari mana ia peroleh
dan untuk apa dibelanjakan”
(Hisan
al-Mashabih)
Syarah/
penjelasan:
Kata ‘abdun dalam hadits tersebut, sekalipun umum karena keberadaannya
ism nakirah, namun dalam susunan jumlah nafi, artinya punya arti khusus,
menujuk hadits berikut:
“Akan masuk surga dari umatku sejumlah 70.000
orang tanpa lewat proses hisab”
Maka menunjuk hadits ini, tuntutan 4
perkara itu tidak mengikut sertakan mereka yang 70.000 orang. Dan sudah
semestinya bagi setiap orang mu’min mengetahui bahwa dirinya bakal dituntut 4
perkara kelak di hari kiatmat, juga diuji dalam hisab, lebih dari itu tuntutan
amal dan kelakuan/ detak hari dan lirikan mata sekalipun kecil seperti atom.
Dan nyata pula bahwa ia tidak dapat
selamat dari gerak-gerik ini, kecuali dengan membiasakan hisab diri sendiri
dalam rangkaian usaha untuk akhirat, dan tuntutan pada nafs/jiwanya,
waktu-waktunya, serta gerak dan diamnya. Sebab orang yang pandai menghisab
diri, sebelum tiba saatnya dihisab lain, bakal meringankan hisabnya kelak di
hari kiamat, yang berarti melatih jawabannya nanti dalam menghadapi
tuntutan/pertanyaan, disamping itu juga dapat membaguskan peralihan/perpindahan
dan tempat kembalinya.
Akan tetapi bagi orang yang enggan
mengadakan hisab pada dirinya sendiri, pasti menderita kesal hati, mengelus
terus menerus, dan mengalami masa panjang di padang luas hari kiamat, serta
laku buruknya bakal menjerumuskannya ke tempat yang terhina, lagi tempat
kemurkaan Allah.
Maka bagi orang mu’min hendaklah
tidak melengahkan diri, harus mawas diri dalam segala gerak dan diamnya,
penglihatan mata dan detak niatnya, dalam rangkaian usahanya untuk akhirat.
Sebab usaha yang diistilahkan dengan jual-beli ini, bakal meraih keuntungan
berupa surga firdaus tingkat atas, dan mencapai Sidratu al-Muntaha beserta para
Nabi, para Shiddiqin, dan para Syuhadaa’. (Majalisu ar-Rumi)
*Sumber: Durratun Nashihin hal 258-261, Syaikh
Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khawbawi. Cetakan Haromain tahun 2005. (Lihat
gambar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar